Tips Menghindari Cemas, Panik, atau Stres Menjelang Ujian

Hampir setiap orang pasti pernah merasakan cemas, panik, atau bahkan stres ketika menjelang ujian dan mungkin salah satunya adalah kamu. Stres merupakan gejala seseorang berupa tekanan yang timbul akibat ketidaksesuaian antara situasi yang diharapkan dengan situasi yang ada. Dalam situasi belajar, stres merupakan tekanan yang muncul akibat persepsi subjektif individu terhadap suatu kondisi akademik yang membuat individu mengalami reaksi, baik perilaku fisik, pikiran, maupun emosi negatif (Barseli, Ifdil, and Nikmarijal, 2017).

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Prof. Hans Reul, seorang ahli saraf di University of Bristol mengemukakan bahwa belajar saat kondisi stres mampu meningkatkan kinerja belajar, karena hormon stres seperti kortisol dan adrenalin memicu perubahan gen dalam fungsi neuron pada sel-sel otak yang membantu daya ingat lebih efektif (Gray, May 1, 2011). Namun jika melihat pada grafik di bawah ini, pada awalnya ketika semakin stres akan semakin optimal kinerja otak, tetapi sampai pada titik tertentu stres yang berlebihan membuat kinerja terganggu dan mengalami penurunan. Sehingga, dapat dipahami bahwa stres memang memacu kinerja otak untuk bekerja secara optimal, tetapi stres yang berlebihan justru membuat kinerja otak menurun.

Contoh gejala-gejala cemas atau stres menjelang ujian (test anxiety) yaitu panik melihat orang lain santai, cemas tidak bisa menjawab soal, takut mendapatkan nilai yang jelek, mual, berkeringat, hingga sakit kepala. Gejala-gejala tersebut timbul yang disebabkan oleh beberapa hal yaitu sebagai berikut.

  1. Ketakutan mengenai kemampuan diri dalam melanjutkan studi atau karir
  2. Harga diri dan kepercayaan diri
  3. Tuntutan orang tua atau teman
  4. Rasa takut mengecewakan guru

Setelah mengetahui apa itu stres, gejala-gejala stres, dan penyebab stres menjelang ujian, selanjutnya solusi yang bisa diterapkan untuk menghindari atau mengatasi stres menjelang ujian adalah sebagai berikut.

1. Menuliskan semua kekhawatiran yang dirasakan di kertas

Menurut penelitian yang dilakukan oleh tim di Universitas Colorado dan Chicago, menulis semua kekhawatiran di kertas setiap merasa panik mampu mengurangi memori kerja di otak (Gwynne, January 14, 2011. Pada dasarnya, kekhawatiran itu dapat memenuhi memori kerja otak yang menyebabkan kita akan kesulitan melakukan kegiatan lain yang melibatkan otak. Hal ini diibaratkan seperti RAM pada smartphone, ketika RAM telah digunakan secara penuh maka kita tidak bisa menjalankan program lain dan berakibat menurunnya performa smartphone. Cara mengatasinya tentu saja dengan menghapus atau menutup program yang tidak diperlukan. Begitu pula dengan otak, dengan menuliskan semua kekhawatiran yang memenuhi memori otak di kertas membuat permasalahan yang ada di otak terhapus. Jadi, semua kekhawatiran itu sekarang hanya ada di dalam kertas saja.

2. Menggunakan teknik premortem

Menurut seorang psikolog kognitif sekaligus seorang ilmuwan senior di Macro Cognition, Gary Klein (dalam “McKinsey Quarterly, March 1, 2010) mengatakan bahwa teknik premortem adalah teknik dengan memikirkan atau membayangkan sebuah keputusan atau situasi bisa menjadi buruk, yang mana ketika suatu situasi berjalan dengan buruk, pasti akan ada hikmah atau pelajaran yang dapat diambil dan dari sini dapat melihat apa dan bagaimana hal itu bisa terjadi (gagal). Dari analisis kegagalan inilah dapat dilakukan suatu tindakan untuk menghindari situasi apapun yang dapat menghambat suatu tindakan.

Dengan menggunakan teknik premortem ini saat menjelang ujian kita membayangkan segala ketakutan atau kegagalan yang mungkin terjadi saat ujian nanti yang selanjutnya lakukan analisis untuk menemukan cara menghindari kegagalan tersebut . Misalnya membayangkan materi yang keluar saat ujian belum dipelajari, cara menghindarinya adalah dengan membuat jadwal belajar untuk mengatur kapan dan apa yang harus dipelajari. Permasalahan lainnya membayangkan bangun kesiangan, cara menghindarinya dengan mengatur alarm dan meminta seseorang untuk membangunkan sesuai jam yang ditentukan. Atau membayangkan hal-hal yang sedikit nyeleneh, seperti tersesat karena tidak tahu ruang ujian, cara menghindarinya adalah dengan melakukan survei ruang ujian sehari sebelum ujian.

3. Fokus pada hal-hal yang bisa dikontrol

Kecemasan terjadi akibat tidak memiliki kontrol terhadap hal tersebut. Pada kenyataannya memang ada hal yang bisa kita kontrol dan tidak bisa kontrol. Namun, fokuslah pada apa yang bisa kamu kontrol seperti hal-hal yang telah kamu petakan pada tips nomor 2 dan hindari fokus pada hal-hal yang tidak bisa kamu kontrol. Contohnya, sebelum ujian kamu mengalami kejadian yang menyebabkan kamu tidak bisa belajar selama beberapa hari untuk ujian karena sakit, kegiatan organisasi, atau urusan keluarga. Lupakan hari-hari yang telah lalu yang membuat kamu tidak bisa belajar dan fokuslah bagaimana memaksimalkan belajar dari sisa hari yang ada sebelum ujian.

4. Melakukan olahraga atau relaksasi

Ketika mulai merasa jenuh belajar, lakukan olahraga yang kamu minati secukupnya. Menurut penelitian, berolahraga mampu mengurangi stres dan meningkatkan kinerja otak. Selain itu bisa juga dengan melakukan relaksasi seperti meditasi, yoga, atau ritual keagamaan yang dapat membuat rileks.

5. Membuat target yang realistis

Jangan selalu berharap untuk mendapatkan hasil yang sempurna, karena tidak selamanya kita mampu untuk meraih hal tersebut. Ketika kamu memiliki banyak waktu untuk belajar, maka maksimalkan waktu tersebut untuk belajar, atur jadwal sedemikian rupa agar saat ujian nanti memperoleh hasil yang sempurna. Namun ketika kamu hanya memiliki waktu yang terbatas, buatlah target yang realistis dengan keadaan dan kemampuan diri kamu. Sehingga, hal ini membuat kamu merasa lebih tenang dan tidak menimbulkan rasa kekecewaan yang besar. Jadikan hal tersebut sebagai pelajaran untuk mempersiapkan diri pada ujian berikutnya.

6. Melihat ujian secara proporsional

Hilangkan mindset bahwa ujian adalah segalanya dalam hidup. Jangan berpikiran bahwa ketika kamu gagal ujian berarti gagal dalam hidup dan berasumsi bahwa kejadian tersebut merupakan hal yang sangat buruk, padahal kenyataannya ujian bukanlah segalanya yang harus menuntut nilai sempurna. Ujian memang penting, tetapi ujian yang kamu laksanakan saat ini merupakan satu langkah dari kehidupan kamu selanjutnya. Masih ada kesempatan untuk memperbaiki diri untuk menghadapi ujian-ujian lain di masa depan.

Referensi

Barseli, M., Ifdil, I., & Nikmarijal, N. (2017). Konsep Stres Akademik Siswa. Jurnal konseling dan pendidikan, 5(3), 143-148. doi: https://doi.org/10.29210/119800

Gino, F. (2016, April 14). Are You Too Stressed to Be Productive? Or Not Stressed Enough?. Retrieved from https://hbr.org/2016/04/are-you-too-stressed-to-be-productive-or-not-stressed-enough

Gray, R. (2011, May 1). Stress Can Help when Studying for Exams. Retrieved from https://www.telegraph.co.uk/news/science/science-news/8485121/Stress-can-help-when-studying-for-exams.html

Gwynne, P. (2011, January 14). The Write Way to Reduce Test Anxiety. Retrieved from https://www.usnews.com/science/articles/2011/01/14/the-write-way-to-reduce-test-anxiety

Tanya, H.T. (2018, March 21). Mengatasi Stres Menjelang Ujian. Youtube. Retrieved from https://www.youtube.com/watch?v=qwXCf91JDaI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *